Selasa, 30 Juni 2020

Kebijakan Zonasi Sekolah Beri Kesetaraan Pendidikan Anak


Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyardi, menilai pemerintah kerap berperilaku tidak adil dalam memberikan bantuan terhadap sekolah yang menjadi favorit dan non favorit. Menurut dia, stigma sekolah favorit harus dihilangkan dengan menerapkan kebijakan zonasi untuk memberikan kesetaraan kesempatan akses pendidikan kepada anak.

Dalam kebijakan zonasi sekolah, usia bukan menjadi hal utama yang dipertimbangkan melainkan jarak rumah siswa dengan sekolah yang lebih dipertimbangkan. "Sering kali saya lihat sekolah favorit lebih sering mendapatkan bantuan, dari sekolah lainnya. Padahal harus disamaratakan," kata Retno dalam diskusi yang disiarkan secara daring pada Ahad, 28 Juni 2020.

Retno menuturkan telah sejak lama memperjuangkan menghilangkan nilai ujian nasional atau UN sebagai parameter kelulusan. Menurut dia, nilai akademik sebagai penentu kelulusan tidak adil. Sebab, setiap anak mempunyai kecerdasan dan bakat yang berbeda.


"Saya waktu menjadi guru pernah mengajukan gugatan ke pemerintah pusat. Dan sekarang parameter penggantinya sudah disiapkan," ujarnya.

Retno melanjutkan, kepintaran intelektual atau akademik hanya satu dari delapan kecerdasan. Jadi, tolak ukur setiap anak semestinya berbeda tergantung kecerdasan yang dimilikinya. "Ada yang pintar membawakan acara, tapi tidak pintar matematik. Ada yang pintar olah raga tidak bisa mengerjakan hitungan ekonomi."

Retno mengaku pernah menemukan seorang siswa yang menjadi anak didiknya dan berbakat di bidang olah raga basket dipaksa berhenti dari minatnya. Sebabnya, kata dia, adalah nilai akademiknya turun. Orang tua menganggap kegiatan ekstrakurikuler anak bermain basket menjadi penyebabnya.

Anak yang berbakat itu pun mendatangi Retno, dan membujuk agar orang tuanya tidak melarangnya bermain basket. "Basket seperti sudah menjadi hidupnya."

Menurut dia, orang tua jangan hanya berpikir bahwa kecerdasan hanya di bidang akademik saja dan mengesampingkan kecerdasan lain. Sebab, menurut dia, anak harus dibimbing sesuai dengan kecerdasannya. "Ini yang masih sering belum dipahami orang tua."

Nah, sistem zonasi, kata Retno, menjadi salah satu solusi untuk memberikan kesetaraan bagi seluruh anak. Setiap sekolah nantinya bakal membantu mengembangkan berbagai kecerdasan anak yang bermacam-macam. "Jangan sekolah bagus dilihat dari nilai akademiknya, tapi prestasi setiap anak yang bisa tereksplorasi nantinya," ujarnya.

Ketua Komisi Bidang Pendidikan DPR RI, Syamsul Huda mengatakan ada banyak opsi untuk menyelesaikan permasalahan penerimaan siswa didik baru yang terjadi setiap tahun. Untuk masalah batas usia yang sempat diprotes orang tua siswa ke DKI, Syamsul meminta kepala dinas dan orang tua segera berkonsolidasi lagi.


"Kami ingin anak lima langkah sampai sekolah bisa masuk. Itu harus dipastikan dan juklak (petunjuk pelaksanaan) harus menjadi rujukan."

Syamsul melihat usia memang bukan menjadi kriteria utama dalam proses penerimaan siswa baru tahun ini. Tapi, jarak yang menjadi utama dalam sistem zonasi ini. "Pastikan narasi besar pendidikan adalah semangat PPDB adalah merdeka belajar anak yang dekat sekolah bisa cepat masuknya," ujarnya.

Sumber : tempo.co

Selasa, 16 Juni 2020

Tatap Muka Sekolah Zona Hijau Harus Dapat Persetujuan Orangtua


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan pembukaan zona sekolah di zona hijau setidaknya harus memenuhi empat syarat penting, termasuk di antaranya izin orangtua.

Hal ini disampaikan dalam pengumuman rencana penyusunan Keputusan Bersama Empat Kementerian tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19 secara virtual melalui webinar, Senin (15/06/2020).

Panduan penyelenggaraan ini melibatkan beberapa pihak di antaranya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Komisi X DPR RI.

Panduan disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antar kementerian ini bertujuan mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.

Prioritas kesehatan dan keselamatan
Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan keselamatan dan kesehatan warga sekolah menjadi prioritas utama.

“Prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat,” ujarnya.

Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020.

"Namun demikian, untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan," ujarnya

Nadiem menambahkan, "Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tetap melanjutkan Belajar dari Rumah,” terang Mendikbud Nadiem Makarim, pada webinar tersebut.

Terkait jumlah peserta didik, hingga 15 Juni 2020, terdapat 94 persen peserta didik yang berada di zona kuning, oranye, dan merah dalam 429 kabupaten/kota sehingga mereka harus tetap Belajar dari Rumah.

Adapun peserta didik yang saat ini berada di zona hijau hanya berkisar 6 persen.

Nadiem menegaskan, proses pengambilan keputusan dimulainya pembelajaran tatap muka bagi satuan pendidikan di kabupaten/kota dalam zona hijau dilakukan secara sangat ketat dengan persyaratan berlapis.

Beberapa syarat tersebut yakni;

1. Satuan pendidikan berada di zona hijau menjadi syarat pertama dan utama wajib dipenuhi bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pembelajaran tatap muka.

2. Pemerintah daerah atau Kantor Wilayah/Kantor Kementerian Agama memberi izin.

3. Satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka.

4. Keempat, orang tua/wali murid menyetujui putra/putrinya melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.

“Jika salah satu dari empat syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik melanjutkan Belajar dari Rumah secara penuh,” tegas Mendikbud.

Nadiem juga mengajak semua pihak termasuk seluruh kepala daerah, kepala satuan pendidikan, orang tua, guru, dan masyarakat bergotong-royong mempersiapkan pembelajaran di tahun ajaran dan tahun akademik baru.

“Dengan semangat gotong-royong di semua lini, saya yakin kita pasti mampu melewati semua tantangan ini," kata Mendikbud.


Jumat, 12 Juni 2020

Infografis PPDB SMP Negeri 4 Sukasada 2020/2021

PPDB Dengan Disiplin Protokol Pencegahan Penyebaran Covid-19
PANITIA PELAKSANA
PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB)
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
SMP NEGERI 4 SUKASADA

Tahun pelajaran 2020/2021 SMP Negeri 4 Sukasada akan menerima peserta Didik Baru sebanyak 160 orang yang dikelompokkan menjadi 5 Rombel dengan rincian penerimaan sebagai berikut:





 

Kamis, 11 Juni 2020

PENYERAHAN HADIAH LOMBA KONTES INOVASI SEKOLAH TAHUN 2020



Walaupun ditengah pandemi covid-19, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng tetap bekerja dan berinovasi.Hal ini dibuktikan dengan adanya Lomba kontes inovasi pengelolaan sekolah tahun 2020 bekerjasama dengan MKKS SMP Kabupaten Buleleng dan RRI Singaraja.

Dari hasil penilaian tim juri yang terdiri dari Pengawas SMP Disdikpora Buleleng memutuskan tiga sekolah yang menjadi juaranya diantara lain juara 1 diraih oleh Kepala SMP N 4 Sukasada, Putu Astabawa, S.Pd, M.Pd, juara 2 Kepala SMP N 4 Singaraja, Putu Budiastana, S.Pd. M.Pd dan Juara 3 SMP N 6 singaraja, I Nyoman Sudiana, S.Pd., M.Pd.

Sehubungan dengan hal itu hari ini rabu, 10 Juni 2020 bertempat di Aula Disdikpora Buleleng, secara langsung Plt. kadisdikpora Buleleng, Made Astika, S.Pd, M.M berkesempatan menyerahkan hadiah berupa piagam penghargaan dan uang pembinaan kepada jawara Lomba kontes inovasi pengelolaan sekolah tahun 2020.Ucapan terima kasih disampaikan kepada MKKS SMP Kabupaten Buleleng telah mendukung penuh dan menyukseskan kegiatan ini sehingga apa yang menjadi harapan kita bersama bisa terwujud dengan baik.

Dari laporan Kabid Pembinaan GTK, Made Kawiarsa, S.Pd menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menginspirasi beberapa kepala sekolah dari tingkat MKKS Kecamatan hingga Kabupaten.Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kepala sekolah mampu berinovasi. Sedangkan untuk final kegiatan sudah dilakukan pada tanggal 28 Mei 2020 dengan menggunakan sistem daring.

Selasa, 09 Juni 2020

Bali Belum Buka Akses Pariwisata dan Pendidikan


Gubernur Bali I Wayan Koster memutuskan tidak membuka akses pendidikan dan pariwisata dalam waktu yang belum ditentukan. Hal ini disampaikan Koster dalam keterangan pers di Rumah Jabatan Gubernur Bali Denpasar, Senin, 8 Juni 2020.
 
Menurut Koster, Bali sesungguhnya memang belum dibuka. Semua kabupaten dan kota di Bali tertular covid-19. Penyebab belum bisa dibukanya akses pendidikan dan pariwisata lantaran angka penularan yang masih tinggi terutama transmisi lokal yang dalam beberapa hari ini terus meningkat.
 
"Kita belum bisa buka. Apalagi pendidikan, apalagi pariwisata. Untuk pariwisata sampai saat ini masih berlaku Peraturan Menteri Hukum dan HAM mengenai larangan orang asing bepergian ke Indonesia," ujarnya.

Koster menyebut, untuk membuka akses pendidikan dan pariwisata, Bali harus benar-benar sehat. Hal ini ditandai dengan tingkat kesembuhan yang tinggi, kasus positif menurun, transmisi lokal menurun dan peningkatan kesadaran masyarakat yang tinggi dalam menjalani protokol kesehatan.
 
Untuk itu, Koster melarang membuka akses pariwisata secara ketat, tanpa kecuali. Pendidikan juga tidak boleh dibuka. Hanya rumah ibadat sudah dibuka tetapi Bali membatasi hanya 25 orang saja. Ini berlaku untuk semua agama tanpa kecuali. Seluruh tempat ibadat hanya dibuka untuk 25 orang.
 
"Harus betul-betul kita pastikan Bali sehat, artinya tingkat kesembuhan dan tingkat kita dalam mengendalikan kasus covid-19 ini betul-betul sudah baik. Sejauh ini arahan dari pusat, pariwisata belum bisa dibuka. Saya sudah menugaskan kepada bupati dan wali kota dan juga pengelola objek wisata pantai tidak boleh dibuka untuk wisata. Walaupun kewenangan di kabupaten dan kota tapi sudah ada surat edaran dan imbauan Gubernur tidak boleh membuka objek wisata," tuturnya.

Sumber: medcom.id

Kemendikbud: Kami Prioritaskan Kesehatan & Keselamatan Insan Pendidikan



Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Evi Mulyani menegaskan, kegiatan belajar mengajar pada tahun ajaran baru 2020/2021 di tengah pandemi Covid-19 dilakukan dari rumah. Tahun ajaran baru sendiri diperkirakan mulai pada Senin pekan ketiga bulan Juli mendatang.

Evi menjelaskan, keputusan Kemendikbud ini sudah melalui tahap kajian dan analisis. Dia menyebut, Kemendikbud mengedepankan aspek kesehatan dan keselamatan dalam dunia pendidikan.

"Kami mengutamakan menetapkan prioritas ulang dalam kebijakan dan mengutamakan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan insan pendidikan, siswa, guru dan orang tua," katanya dalam Talk Show Lembaga Pendidikan yang Adaptif Terhadap Kebiasaan Baru, Selasa (9/6).

Dia melanjutkan, Kemendikbud sudah menyediakan berbagai alternatif model pembelajaran bagi siswa selama kegiatan belajar dari rumah.

Pertama, pembelajaran jarak jauh lewat internet. Kedua pembelajaran lewat televisi. Ketiga, lewat modul.

"Modul-modul ini juga yang bisa dipelajari," sambungnya.

Evi melanjutkan, orang tua jangan merasa terbebani selama siswa belajar dari rumah. Jika orang tua tak bisa mengakses internet untuk proses pembelajaran siswa maka bisa menggunakan metode pembelajaran berbasis modul.

Yang terpenting, kata dia, kolaborasi antara orang tua dan guru berjalan baik demi meningkatkan kualitas belajar siswa.

"Sekali lagi kolaborasi sangat diperlukan," tegasnya.

Sumber: merdeka.com

Sabtu, 06 Juni 2020

Sambut New Normal, Kemendikbud Siapkan Super Aplikasi Pendidikan


Sampai saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum membuat ketentuan new normal di dunia pendidikan atau sekolah. Namun Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Iwan Syahril mengatakan prioritas new normal di dunia pendidikan adalah keamanan, kesehatan, dan keselamatan.

’’Kalau daerahnya aman, tapi sekolahnya tidak aman, maka sekolah dilarang melaksanakan pembelajaran yang mengumpulkan massa,’’ katanya Jumat (5/6). Dia menegaskan menutup sekolah atau meniadakan pembelajaran di kelas, bukan berarti proses pembelajaran tidak terjadi.

Sebab pemerintah memberikan pilihan pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Pembelajaran dari rumah itu bisa dilaksanakan secaran online, offline, atau campuran keduanya (blanded). Apapun bentuk pembelajaran dari rumah yang digunakan, terpenting adalah orientasi pembelajaran berdasarkan kebutuhan siswa.

Iwan juga mengatakan pembelajaran jarak jauh secara online jangan sampai hanya memindahkan tatap muka ceramah di kelas. Lebih dari itu siswa harus difasilitasi untuk aktif belajar. Pembelajaran bukan berpusat pada guru.

Dia mengungkapkan Kemendikbud saat ini juga tengah mengembangkan super aplikasi pendidikan. Super aplikasi ini dapat membantu siswa belajar lebih baik. Iwan mengklaim aplikasi ini jauh lebih canggih dan penggunaannya semudah penggunaan aplikasi populer seperti Gojek atau Tokopedia.

’’Dengan adanya pandemic ini, kita ingin mempercepat atau akselerasi pemanfaatan aplikasi tersebut,’’ tuturnya. Dia berharap aplikasi itu lebih cepat diluncurkan dari rencana semula. Iwan juga mengatakan perlu ada sinergi dengan pihak-pihak lain yan gselama ini sudah menjalankan praktik-praktik baik pendidikan.

Direktur Pendidikan Dasar Tanoto Foundation M. Ari Widowati memaparkan survei yang melibatkan guru, kepala sekolah, orangtua, dan siswa dari 454 sekolah dan madrasah mitra mereka.

’’Salah satu temuan menarik adalah 48,3 persen siswa senang dengan belajar di rumah,’’ katanya dalam webinar yang digelar Kamis (4/6). Sebab gurunya berhasil membuat para siswa belajar lebih menarik, bervariasi, dan bermakna. Sementara itu ada 46,8 persen siswa menyatakan belajar di rumah tidak menyenangkan. Diantara sebabnya adalah terlalu banyak tugas dari guru.

Ari mengatakan di tengah masa pandemi Covid-19, Tanoto Foundation tetap melatih dan mendampingi para guru, kepala sekolah, pengawas, dan dosen LPTK. Pelatihan menggunakan materi yang disesuaikan dengan konteks pembelajaran berbasis teknologi, online, serta offline. 
Sumber: kompas.com

Syarat Pembukaan Sekolah di Zona Hijau


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini sedang merancang panduan assesment yang berisi syarat dan mekanisme pembukaan sekolah di zona hijau Covid-19 pada masa new normal. Rencananya, panduan tersebut diedarkan dalam bentuk surat edaran dalam waktu dekat.

"Walaupun ini sudah dinyatakan zona hijau, pemerintah kota/kabupaten ini bisa memilih membuka sekolah atau tidak. Ini keputusan ada di pemerintah daerah karena pemerintah daerah harus melakukan assesment tentang kerentanan masyarakat di situ," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad dalam video konferensi, Kamis (4/6/2020) sore.

Assesment mesti dilakukan secara ketat dan berorientasi keamanan di dunia pendidikan. Pemerintah daerah mesti betul-betul memastikan tak ada kasus Covid-19 sebelum membuka sekolah.

"Begitu pemerintah daerah memutuskan sekolah dibuka, tidak serta-merta sekolah wajib dibuka. Kenapa? Karena setiap sekolah harus melakukan assesment sekolahnya," tambah Hamid.


Kemendikbud, lanjutnya, akan menyiapkan syarat-syarat dan prosedur sekolah seperti apa sekolah yang bisa dibuka. Hamid menyebutkan, Kemendikbud bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan tim ahli lainnya.

"Pembukaan satuan pendidikan agar menunggu keputusan pemerintah. Jadi belum diputuskan apa bulan Juli, Agustus, atau seterusnya. Tetapi (pembukaan sekolah), tak akan dilakukan serentak," kata Hamid.

Berikut beberapa rancangan syarat pembukaan sekolah di zona hijau yang masih dikaji.

Ketersediaan fasilitas sanitasi kesehatan dan kebersihan
Menjaga jarak peserta didik 1,5-2 meter di kelas
Pembatasan isi ruangan kelas (15-18 siswa)
Pembatasan jam belajar siswa
Penerapan wajib masker
Kecukupan jumlah guru yang masuk batas usia dan tidak rentan
Peniadaan aktivitas di kantin sekolah
Peniadaan aktivitas pertemuan orangtua dan guru di lingkungan sekolah
Peniadaan aktivitas siswa berkumpul dan bermain di sekolah
Peniadaan aktivitas ekstrakurikuler
Sumber: kompas.com

Senin, 01 Juni 2020

Survei KPAI: Mayoritas Orang Tua Tak Setuju Sekolah Dibuka 13 Juli 2020


Komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Retno Listyarti menginisiasi penyusunan angket yang berisi 10 pertanyaan terkait rencana sekolah dibuka jelang penerapan new normal. Angket ini bertujuan untuk memberikan ruang partisipasi kepada siswa, orang tua, dan guru secara langsung kepada kebijakan negara terkait anak.

Retno awalnya mengunggah angket tersebut di Facebook. Namun, angket tersebut viral dan mendapatkan respons dari masyarakat.

“Saya mengapresiasi semangat dan antusias masyarakat mengisi dan men-share angket tersebut. Bahkan ketika pengisian angket ditutup pada Kamis (28/5) pukul 7.30 WIB, ada ratusan WhatsApp dan inbox Facebook ke nomor pribadi Retno dari masyarakat yang berminat mengisi angket tersebut,” kata Retno dalam keterangannya, Jumat (29/5).

Karena respons masyarakat yang tinggi, dalam 32 jam sejak angket dibuka, tercatat ada 9.643 siswa yang berpartisipasi; 18.112 guru yang berpartisipasi; dan 196.559 orang tua yang berpartisipasi. Retno mengungkapkan, orang tua yang paling antusias mengikuti pengisian angket tersebut.

“Jumlah yang berpartisipasi mengisi angket ini sungguh di luar dugaan saya. Orang tua yang mengisi mencapai ratusan ribu dalam waktu singkat, menggambarkan bahwa masyarakat khawatir melepas anaknya bersekolah di saat pandemi, kasus masih tinggi, dan belum terlihat persiapan sekolah dan Dinas Pendidikan dalam melindungi anak-anak selama di sekolah nantinya,” ungkapnya.


Berdasarkan data yang terkumpul, mayoritas siswa setuju masuk sekolah. Namun, sebagian besar orang tua tidak setuju sekolah dibuka tanggal 13 Juni 2020.

"Sebagian besar anak setuju sekolah dibuka karena kemungkinan mereka sudah jenuh belajar dari rumah. Ini mengkonfirmasikan bahwa data survei PJJ KPAI beberapa waktu lalu yang menunjukkan siswa mengalami kejenuhan selama PJJ dan bahkan siswa berpendapat lebih senang belajar di sekolah," ungkap Retno.

Sementara orang tua yang menolak sekolah dibuka kembali menunjukkan kekhawatiran mereka akan keselamatan dan kesehatan anak-anaknya di tengah pandemi virus corona. Apalagi belum ada persiapan yang memadai untuk menerapkan protokol kesehatan yang ketat di sekolah.

"Namun detailnya dari data angket yang sudah diisi oleh ratusan ribu responden harus diolah dahulu, selanjutnya harus saya di analisis. Perlu beberapa hari bagi saya untuk melakukan olah data dan analisa data," ujarnya.

Retno menjelaskan, pilihan jawaban tertutup dalam angket tersebut merupakan hasil pemikiran dan diskusi Retno dengan para guru, orang tua, dan tenaga kesehatan. Pertanyaan tertutup dipilih agar memudahkan saat olah data dan tak ada kesan menggiring jawaban.

Metode tersebut juga memungkinkan masyarakat memilih lebih dari satu jawaban, bahkan dibuka juga jawaban lainnya jika tidak ada jawaban yang diinginkan responden.

Retno mengatakan sudah menutup angket dan tidak akan membuka angket baru meski respons masyarakat, terutama orang tua, cukup tinggi. Data yang ada akan diolah dan dianalisis.

”Jadi hasil angket uji coba ini yang akan saya olah dan analisis nanti. Data ini sangat disayangkan kalau tidak ditindaklanjuti meskipun datanya hanya berasal dari uji coba angket yang saya susun karena kegundahan saya pribadi atas tingginya kasus anak terinfeksi COVID-19. Sehingga sebagai seorang ibu yang memiliki anak yang masih sekolah dasar, saya khawatir keselamatan dan kesehatan anak saya ketika dia harus masuk sekolah Juli 2020,” jelasnya.

Retno berharap angket tersebut menjadi wadah bagi masyarakat, khususnya bagi siswa, orang tua, dan guru terkait kebijakan pemerintah yang ingin membuka sekolah di tengah pandemi virus corona.

"Angket ini bukan penelitian. Ini hanya sebagai ruang membuka partisipasi siswa, orang tua, dan guru untuk berpendapat tentang kebijakan negara terkait sekolah dibuka atau tidak saat tahun ajaran baru 13 Juli 2020 saat pandemi COVID-19. Karena sepanjang pengetahuan saya selama ini, jarang ada ruang bagi guru, siswa, dan orang tua untuk berpendapat atas kebijakan publik terkait diri mereka sendiri dan anak," pungkasnya.
Sumber: kumparan.com

Keputusan Belajar Kembali di Sekolah Masih Dipertimbangkan


Keputusan kapan masuk sekolah di masa pandemi Virus Corona atau covid-19, masih diperbincangkan.

Namun yang terbaru, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan arahan terbaru sektor pendidikan di era new normal.

Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda masuknya sekolah.

Menko PMK Muhadjir Effendy akan membahas khusus kapan masuk sekolah bersama Kemendikbud.

Meteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy memberikan tanggapan terkait rencana penerapan new normal, khususnya di sektor pendidikan.

Muhadjir Effendy menyampaikan saran dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk benar-benar menggodok secara matang untuk penerapan new normal di lingkup sekolah.

Hal ini disampaikan Muhadjir Effendy dalam tayangan Youtube KompasTV, Jumat (29/5/2020).

Dirinya mengatakan Presiden Jokowi tidak ingin penerapan new normal di sekolah diterapkan secara grusa-grusu.

"Untuk pengurangan pembatasan di sektor pendidikan akan kita godok dulu semateng mungkin," ujar Muhadjir Effendy.

"Jadi Pak Presiden wanti-wanti untuk tidak grusa-grusu," imbuhnya.

Sependapat dengan saran presiden, Muhadjir Effendy menilai untuk sektor pendidikan memang harus mendapatkan perhatian khusus.

Ia menilai untuk penerapan new normal di sekolah masih sangat berisiko jika dilakukan dalam waktu dekat.

Menurutnya, protokol keselamatan di sekolah berbeda kondisinya dengan sektor umum lainnya.

Terlebih yang dihadapi adalah anak-anak.

"Risikonya terlalu besar untuk sektor pendidikan," jelasnya.

Maka dari itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko tersebut, pemerintah bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masih terus mengkaji kemungkinan tersebut.

Karena seperti yang diketahui jika mengacu pada kalender pendidikan Indonesia, sekolah akan memasuki ajaran baru pada 13 Juli 2020.

Dirinya tidak ingin, sekolah justru menjadi klaster baru penyebaran Virus Corona.

Selain berdampak buruk pada siswa, pemerintah juga akan mendapatkan sorotan buruk.

"Dan kalau nanti salah kelola itu bisa menjadi klaster baru dan kalau menjadi klaster baru nanti citranya nanti kurang bagus atau bahkan membahayakan karena ini menyangkut anak-anak," pungkasnya.

Respon KPAI

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti tak kuasa menahan tawa saat mengungkapkan hasil angket yang telah diunggahnya.

Dari kalkulasi yang didapatkan, 80 persen responden yang berasal dari orang tua menolak sekolah dibuka kembali saat tahun ajaran baru.

Meski dengan aturan normal baru, para orangtua tersebut tetap khawatir karena situasi pandemi yang masih belum menentu.

Hal ini malah berkebalikan dengan hasil survei dari responden anak-anak yang menginginkan untuk bisa kembali ke sekolah.

Mereka diduga jenuh menjalani belajar dari rumah dan ingin segera bertemu kembali dengan kawan-kawan di sekolah.

Retno menuturkan bahwa hampir 200.000 orangtua murid berpartisipasi dalam survei tersebut.

Ia juga menyebutkan bahwa kebanyakan dari mereka menolak untuk menyekolahkan anaknya kembali bila pandemi belum berakhir.

"Yang mengejutkan adalah, dalam 32 jam sejak itu diunggah di Facebok pribadi saya, itu saya cukup terkejut karena ada 196.000 orang tua lebih, yang mengungkapkan pendapatnya," ungkap Retno.

"Dan mayoritas orang tua, lebih dari 80 persen memang menolak sekolah dibuka pada tahun ajaran baru ini."

"Jadi Juli dibuka itu mereka keberatan, mereka memberikan beberapa usul di antaranya September atau Desember, nah ini sesuatu yang luar biasa," tambahnya.

Retno tak kuasa menahan tawa karena hasil survei selanjutnya tak kalah mengejutkan.

Pasalnya, berkebalikan dengan keinginan orangtua, para siswa yang mengikuti survei tersebut malah ingin segera bersekolah kembali.

"Tapi murid, kami kan juga nanya sama murid. Ada 9.800 murid yang mengisi, dan uniknya kebalikan.

Mereka setuju 80 persen masuk sekolah gitu ya," kata Retno sambil tertawa.

Kemudian, Retno juga mengatakan bahwa pihaknya juga mengambil sampel dari respon para guru.

"Nah guru juga kami tanya, guru itu 60 persen setuju sekolah, tetapi 40 persen tidak," ujarnya.

Menurut Retno, banyaknya siswa yang menginginkan sekolah tersebut disinyalir lantaran mereka jenuh harus selalu di rumah.

Ia menyebutkan bahwa hasil angket tersebut merupakan hal yang menarik karena menunjukkan bahwa kegiatan belajar di rumah tersebut ternyata tidak selalu menyenangkan untuk siswa.

"Nah ini menunjukkan memang PJJ seperti yang pernah kita bicarakan itu menjenuhkan dan anak-anak pengin nggak lama-lama belajar dari rumah.

Itu fakta yang menarik menurut saya," pungkas Retno sambil menahan tawa.
Sumber: style.tribunnews.com

Kisah Kesamaan Bendera Indonesia dan Monako

Bendera negara Indonesia dan Monako yang sama persis
Bendera negara Indonesia dan Monako yang sama persis

Monako sempat tak mau menerima dan mengakui kemerdekaan Indonesia. Alasannya, bendera dua Indonesia sama persis dengan bendera negeri mereka. Kala itu Monako meminta Indonesia untuk mengubah warna bendera, yang artinya mengubah bendera Indonesia.

Monako bahkan punya klaim kalau bendera mereka—yang berwarna merah-putih persis seperti Indonesia—merupakan salah satu bendera tertua di dunia. Jauh sebelum Indonesia merdeka.

Lalu mengapa sampai akhirnya bendera kedua negara ini dibiarkan sama? Ini kisahnya.

Sejarah Bendera Monako

Pangeran Monako Charles III

Monako dikenal sebagai negara terkecil di dunia setelah Vatikan. Negara ini juga menyandang titel sebagai negara kecil dengan populasi penduduk terpadat di dunia.

Karena dikelilingi langsung oleh Prancis, lalu sangat dekat dengan Italia, Inggris, dan AS, banyak negara-negara tetangga tersebut tinggal dan menjadi warga negara Monako. Penduduk asli Monako sendiri diketahui terhitung minoritas.

Menurut American Flags dilansir Riau Online, bendera Monako secara resmi disahkan menjadi bendera negara pada 4 April 1881. Peresmian ini dilakukan di bawah pemerintahan saat itu yaitu Pangeran Monako Charles III.

Sebenarnya, jauh dari peresmian itu, warna merah-putih sudah digunakan sebagai warna bendera Monako sejak tahun 1297.

Awalnya, sistem pemerintahan Monako masih di bawah sistem pemerintahan monarki. Melansir Flag Makers, Monako awalnya merupakan negara koloni Genoa, Italia.

Kala itu, dikisahkan seseorang bernama Francesco Grimaldi, seorang keturunan Italia berhasil merebut kemerdekaan dari koloni Genoa pada 1297.

Sejak saat itu, simbol negara pun dibentuk untuk mewakili wilayah dinasti Grimaldi, yang dinamakan House of Grimaldi. Dengan sebuah moto ‘’Deo Juvante’’, yang artinya ‘’Dengan Bantuan Tuhan’’ dalam bahasa Latin.
Lambang negara Monako, House of Grimaldi 

Kalau kita perhatikan, ada rangkaian pola wajik dalam simbol tersebut. Nah, itulah asal-usul penentuan warna bendera Monako. Warna merah-putih itu juga sebenarnya diambil dari warna bendera Genoa yang merupakan salib St. George.

Itulah alasannya mengapa Monako mengklaim bahwa bendera negaranya merupakan bendera tertua di dunia jika dihitung dari awal pertama kali warna merah-putih digunakan, yaitu tahun 1297.

Sejarah Bendera Indonesia

Perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya 

Catatan sejarah yang paling terkenal tentang asal-usul bendera Indonesia adalah saat para pembela kemerdekaan di Surabaya merobek bendera Belanda yang berwarna merah-putih-biru. Sehingga menyisakan warna merah-putih yang berkibar.

Secara resmi, bendera merah-putih Indonesia digunakan pertama kali untuk momen kemerdekaan 17 Agustus 1945.Ada pula yang menyebutkan bahwa warna merah-putih pada bendera Indonesia diambil dari warna bendera Jepang sebagai penjajah terakhir di Indonesia. Pada bendera Jepang juga terdapat warna merah-putih.

Kalau dilihat begini, memang benar bahwa bendera Monako yang pertama kali terbentuk. Dan wajar saja Monako meminta Indonesia untuk mengubah warna bendera negaranya.

Tapi, fakta menarik terungkap kalau sebenarnya warna merah-putih pada bendera Indonesia ternyata sudah jauh lebih tua dibandingkan Monako.

Ternyata warna merah-putih yang digunakan dalam bendera Indonesia jauh terinspirasi dari warna bendera Kerajaan Majapahit. Kala itu bendera kerajaan mempunyai sembilan garis merah-putih yang terdiri dari lima garis merah dan empat garis putih horizontal.

Bendera dan lambang Kerajaan Majapahit sejak awal abad ke-13 

Bendera Kerajaan Majapahit kala itu disebut dengan Sang Saka Getih-Getah Samudra atau disebut juga Sang Saka Gula Kelapa. Kala itu, Sang Saka Getih-Getah Samudra dikibarkan sebagai panji kemenangan pasukan Raden Wijaya (putra pertama Majapahit) dalam pertempuran pertama melawan pasukan Dinasti Yuan dari Tiongkok.

Dalam Prasasti Butak, Sang Saka Getih-Getah Samudra pertama kali tercatat dikibarkan pertama kali pada tahun 1292 dan berakhir di tahun 1527.

Itu artinya, warna merah-putih digunakan oleh Indonesia (saat itu Nusantara) sudah digunakan lima tahun lebih tua dibandingkan Monako. Itulah sebabnya Monako mengalah dan sepakat untuk sama-sama menggunakan warna merah-putih dengan posisi yang sama pada bendera negara kedua negara.

Hingga sekarang warna, posisi, dan kesamaan bendera keduanya sudah terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan diakui oleh seluruh dunia.

Sedangkan untuk Sang Saka Getih-Getah Samudra sebenarnya masih digunakan hingga saat ini. Bendera itu kini tetap berkibar dan dijadikan sebagai bendera resmi kapal-kapal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL).

Sebenarnya Ada Perbedaan Antara Bendera Indonesia dan Monako
Meski sudah membentuk kesepakatan, namun kenyataannya ada hal yang membedakan antara bendera Indonesia dan Monako. Salah satunya dari dimensi bendera merah-putih yang dimiliki masing-masing negara.

Perbandingan panjang dan lebar antara merah dan putih pada bendera Indonesia yaitu 2:3. Sedangkan untuk Monako memiliki proporsi panjang dan lebarnya 4:5.

Selain itu spot warna merah kedua negara juga berbeda. Perbedaan spot warna ini harus diterapkan pada warna bendera kedua negara secara digital. Hal ini dibagi dengan penggunakan warna pada Pantone Matching System (PMS) dan CMYK Process (Cyan, Magenta, Yellow, dan Black).

Melansir Flag Makers, untuk warna merah pada bendera Indonesia menggunakan PMS Red: 032. Sedangkan untuk warna merah pada bendera Monako menggunakan PMS Red: 032 C.

Atau jika mengikuti CMYK Process maka perpaduannya warna merahnya adalah 0 persen Cyan, 90 persen Magenta, 86 persen Yellow, dan 0 persen Black.

Sekarang sudah bisa membedakan bendera Indonesia dan Monako, kan?

Sumber: FlagMakers.co.uk | World Atlas | Edarabia | Riauonline.co.id | Wikipedia